Selasa, 30 November 2010

Guruku Tidak Kalah Dengan Kuli

Menjadi seorang guru itu benar-benar tidak mudah! Gue ma ma temen-temen setuju dengan kalimat itu! Kemarin setelah observasi ma temen-temen ke salah satu SD di Surakarta, kami baru melihat langsung bagaimana perjuangan seorang guru dalam mendidik murid-muridnya. Guru terlihat seperti seorang sinetron, pemain film, pemain laga (loh?), ilmuan, pendongeng, tokoh komedi, tukang pos atau bahkan ustadz dan ustadzah. Pemain sinetron atau film pun pasti kalah dengan acting seorang guru dalam mengajar. Bahkan guru bisa menjadi sosok pengganti orangtua siswa di sekolah yang selalu memberi kasih sayang kepada muridnya (ya, walaupun tidak semua guru memilki kesadaran untuk berbuat demikian). Guru harus benar-benar mengerahkan segenap kemampuannya untuk membuat murid-murid yang diasuhnya paham akan materi yang diajarkan. Belum lagi kalau muridnya agak sulit untuk diajari, guru memerlukan tenaga ekstra untuk itu. Dan seperti yang kita tahu teman-teman bahwa setiap murid itu memiliki watak yang berbeda satu sama lain. Dan seorang guru dituntut untuk mengetahui dan mengerti watak setiap muridnya. Jika dalam satu kelas ada 30 siswa, berarti guru harus memahami watak mereka satu per satu. Gue fikir kita aja dalam memahami watak sahabat, teman, atau pacar masih sering kesulitan, bagaimana ya untuk bias memahami watak 30 siswa atau bahakan lebih? Kebayang bukan bagaimana perkasanya sosok seorang guru itu? Dalam hal ini guru sejajar dengan psikolog atau psikiater. Tidak hanya itu, guru juga tidak kalah kok dengan seorang kuli dalam memeras keringat. Dari hasil observasi yang gue lakukan, ada seorang guru yang sampai keringetan dalam mengajar! Padahal jika dihitung-hitung waktu itu belum ada satu jam mengajar. Tuhkan, ternyata guru juga tidak kalah dengan seorang kuli. Itu saja baru satu jam pelajaran, lalu bagaimana bila dikalikan dengan jumlah jam pelajaran per harinya??
Itu baru tugas mengajarnya disekolah. Diluar itu guru masih dituntut lagi untuk melakukan hal-hal lain diluar pelajaran. Misal penataran, rapat, seminar, atau bahkan dituntut untuk memiliki kualifikasi lebih.
Meski pun banyak guru-guru yang tidak bertanggungjawab diluar sana, tapi masih banyak juga guru-guru sejati yang memang mengabdikan dirinya sebagai ujung tombok dalam mencerdaskan bangsa ini. Salut untuk para guru sejati kita!!! Termakasih Bapak Ibu Guru…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar